Laman

Sabtu, 31 Desember 2011

Kartu Kredit : Hadiah Tahun Baru? (Sebuah Refleksi Akhir Tahun)



            Hari terakhir menjelang liburan, mendadak aku dihadiahi dua buah kartu kredit dari bank penerbit yang berbeda. Rasa senang, bangga dan bingung bersemi di dalam hati. Senang karena bisa menghadirkan apapun yang terlewat dalam benakku, rasa bangga berangkat dari kepercayaan bank terhadap reputasi dan kemampuan financialku, sedangkan perasaan bingung sedang kuajak kompromi agar tidak menganggu rasaa efori yang berlebihan dan tengah membuncah ini. Sejatinya bingung itu berasal dari pikiran betapa mudahnya sebuah bank merekomendasikan kartunya dengan limit besar dan bertubi-tubi.
Seminggu sebelumnya dua kartu kredit berlogo master dan visa dari penerbit yang sama telah lebih dulu bersemayam di dompet kulitku. Jadilah dompetku penuh dengan sepuluh kartu kredit dan menyita habis ruang selipan kartu dan menjadikan dompetku setebal telapak tangan. Iseng-iseng kuhitung-hitung jumlah kredit kartu plastik ajaib itu yang bila digabungkan nilai kreditnya aku akan tercengang sendirian, hampir dua ratus juta. Pagu kredit yang cukup fantastis bila dikomparasikan dengan penghasilanku yang berkisar kurang dari sepuluh persennya. Cengiran mulutku hanya kunikmati sendiri bercampur decak kagum dan sedikit gelengan kepala. Luar biasa! Berapalah kemampuanku sebenarnya bila pemakaian kartu ajaib itu telah tersentuh batas maksimalnya, mungkin butuh sepuluh tahun bak kredit cicilan rumah. Lupakanlah, bisik egoku liar. Aku hanya butuh keberanian menggeseknya tanpa perlu pikir panjang.
            Anganku langsung melayang tanpa bisa dicegah. Mataku membaca cepat katalog belanja, tanganku mahir meraih barang-barang kepuasan  hati via belanja on line. Alangkah bahagia dan mudahnya hidup ini menyelesaikan persoalan hidup dengan sekali sentuh dan aku tersenyum seharian tanpa merasa pegal dengan bibirku. Berbagai kesenangan bisa diraih dengan sekali klik saja. Oh, aku meneliti jam tangan bermerek internasional, menelusuri baju berlogo keangkuhan, atau membayangkan membopong tas-tas mahal berlambang para dewa, hingga legerie yang menggoda dengan warna transparan dan begitu seksi berkeliaran di padanganku. Pastilah aku jadi ratu sejagat dengan setelan mewah, jam tangan, perhiasan dan berbagai asesoris yang sesuai dan sedang in. Pupil mata setiap orang akan terbelalak dengan sulap penampilan bak selebtritis. Sapuan pandangan metropolis dan pandangan tidak percaya akan terpancar pudar dengan sendirinya.
            Ingatanku melayang pada ucapan seorang teman. “Seorang gadis muda tak perlu barang merek, atau dandanan tebal, biarkan cahaya muda memancar dan orang akan jatuh hati karena aura muda dan cantikmu. Mereka kurang tertarik dengan benda-benda yang kau pakai. Namun bila usiamu telah berkepala tiga atau empat, kau membutuhkan benda-benda itu untuk menciptakan aura cahaya pada wajahmu.” Aku memikirkannya sejenak dan meyakinkan diri aku akan menciptakan aura wajahku yang bercahaya dengan barang-barang mewah itu.
            Tahun baruku diawali dengan makan pagi di hotel berbintang, duduk manis di salon spa dan terbang ke Singapura dengan jinjingan penuh. Aku menyeret sepatu apapun yang tertangkap mata dan naluriku. Rasanya aku hanya membutuhkan sebuah jari telunjuk menuntaskan keinginanku dan menghadiahi jari-jari lainnya dengan cincin besar, bermata indah dan tentu saja mewah dan sempurna. Aku dimabuk kepayang benda-benda penggoda iman perempuan. Bulan pertama di awal tahun pujian dan sanjungan akan kuraup dengan mudah. Gunjingan dan nada heran tak percaya juga menyertai setiap kehadiranku. Tidak ada seorangpun yang akan melecehkan penampilan yang mirip toko berjalan. Aku puas bisa mengalahkan Syahrini.   
Bulan berikutnya aku mulai mematikan ponselku dan menitip pesan pada teman kantorku kalau aku sedang tidak berada di tempat kerja. Aku ketakutan setengah mati dengan lembaran angka-angka tidak masuk akal yang menyentuh mataku. Para preman tukang tagih berkeliaran memamerkan otot dan deretan tatonya yang memaksa bulu kudukku berdiri. Teringat kasus orang-orang mereka “dicelakai” dan seolah “tidak ada perdamaian” dengan mereka. Kulitku yang halus akan memar di tangan mereka, rumahku diawasi dua puluh empat jam dan siap diserbu. Mereka hanya menjalankan tugas, tidak lebih. Aku terdesak bermain petak umpet, hidup dari satu kebohongan pada kebohongan lan, mencari lubang baru guna menimbun lubang lama yang tidak bisa tertutup sedalam apapun telah diupayakan.
            Akhirnya drama itu harus berakhir tragis. Aku harus dipenjara bersama para koruptor. Kamar mereka lebih mewah dan bersih dibandingkan bilikku di hotel prodeo. Seharusnya mereka diperlakukan sama denganku. Aku hanya menyalahgunakan uangku sendiri dan mereka mencuri uang dari rakyat. Aku protes kepada kepala penjara dan aku ditertawakan. Aku makin kesal, panik dan marah. Mendadak aku pingsan dan kepalaku hampir pecah, tak sanggup menahan beban pikiran dan persoalan yang begitu besar dan dasyat.
 Dengan kepala berat, aku terbangun dan mengumpulkan semua kartu plastik itu dan menyimpannya hingga hari setelah libur panjang, akan kuhabisi riwayat kartu-kartu ajaib itu. Dengan ketegasan dan kebulatan hati akan kusampaikan kepada para bank penerbit yang baik hati namun menjebak jiwa, bahwa aku belum membutuhkan mereka semua. Aku harus berdamai dengan realita kemampuan finansialku, menguasai hati dan kesombonganku dan membuat resolusi di tahun baru 2012. Hadiah tahun baruku memang menggiurkan, namun kebijaksanaan dan kerendahaan hati adalah hadiah terindah dan luar biasa yang sesungguhnya. Dimana hartamu berada di situlah hatimu berada, begitu kata Kitab Suci. Jadi kuletakkan hartaku di bawah akal nalarku dan hati yang bersih.
Apa hadiah yang didapat di tahun baru atau apa resolusimu memulai pergantian tahun? Apa yang telah kaupelajari dan kau dapatkan nilainya dalam tahun berlalu adalah berkah dalam hidup yang tidak bisa diabaikan begitu saja dan mungkin tidak  bisa dinilai dalam nominal uang. Namun itulah modal yang membuat kita kaya dan kuat, meski masih bersifat imaterial. Resolusi dan janji tidaklah berarti apa-apa tanpa usaha menunaikannya. Setiap pribadi berhak membuatnya tahun demi tahun dan mewujudnyatakannya.
Waktu berganti tanpa pernah bisa ditahan, detik bergulir hingga tahun menggelinding tak mampu dicegah, semoga tiada halangan berkesempatan mengucapkan “Selamat Tahun baru 2012 dan mari kita tinggalkan tahun 2011 dengan satu doa dan ucapan syukur serta harapan bahwa tahun depan lebih baik dan berkualitas. Kita tidak tahu hari esok namun harapan itu sungguh ada di dalam iman dan percaya akan Sang Khalik.”
Tegal, 1 Januari 2012 jam.00

           

Rabu, 28 Desember 2011

Seberapa Pentingkah Seorang Ibu Bagimu


Status di Facebook (Siana Ria 22/12/2011) :

“Pagi-pagi terselip sebuah surat dari anakku di tas kerjaku, mengingatkan keberadaan seorang ibu yang telah berjuang mendidik anak-anaknya dengan cinta dan kasih. Terima kasih telah menepuk bahu ibumu, Nak.  Menjadi seorang ibu bukanlah beban mengingat setiap pengorbanan yang telah ditorehkan, tetapi sebuah pilihan bijak atas dasar cinta. Selamat hari IBU!

Tanggal 22 Desember adalah hari IBU, hari dirayakannya pengorbanan dan kasih seorang IBU. Terkadang ironisnya, kita justru mengabaikan 354 hari lain dan tanpa sadar tidak mengacuhkan keberadaannya dan menjadikannya hal biasa. Salah satu status seorang teman di twitternya bilang, “Setiap hari adalah hari IBU-ku.” Status itu menggambarkan kedekatan dan pengenalannya dengan pribadi ibu, terasa sangat manis menggetarkan hati. Bahkan di hari itu seluruh status di jejaring sosial bicara soal  pengorbanan seorang yang dipanggil dengan ibu. Kalimatnya sangat indah, marak dan penuh eforia menyanjung beliau. Namun apakah dia mengerti hari itu dia menjadi trending topic?

Mungkin dia sendiri telah melupakan hari itu atau telah menjadi pikun. Mungkin ibumu telah pergi ke sorga bersama doa dan harapan yang tiada putus padamu. Dan kau hanya mampu mengingatnya dalam doa dengan bibir penuh ketulusan, semoga Tuhan memberikan tempat terbaik bagi orang paling penting dalam hidupmu. Dialah malaikat yang dititipkan Tuhan menjaga dan memeliharamu dengan kekuatan dan kelemahannya hingga kau beranjak dewasa.

Alangkah mulianya peran seorang ibu, hingga diklaim bahwa “Surga ada di telapak kaki ibu.” Artinya sejauh mana kau telah pergi atau membuat kesalahan disanalah tempatmu kembali. Setiap langkahnya akan membawa anak-anaknya pada jalan yang telah dikenalnya. Kalaupun ia pernah tersesat, pasti dia akan menceritakan jalan lain yang lebih baik. Asam dan garam yang pernah ditelannya dibagikan dalam senyuman dan ucapan bijaksana agar kau mudah melewati badai hidupmu.

Seorang ibu terkadang lupa bagaimana cara memoles pipinya agar terlihat cerah atau mengeriting rambutnya agar selalu cantik seperti masa mudanya. Dia membiarkan lipstik kesayangannya dipatahkan atau minyak wangi-nya dipecahkan karena jadi rebutan balitanya. Dan dia hanya mampu marah atau menggeleng-gelengkan kepalanya sekejap, namun hanya menyunggingkan senyumnya. Betapa hatinya menangis melihat benda-benda kesayangannya tidak dihargai, hilang atau hancur perlahan, tetapi enggan meributkannya dengan anak-anak, sambil berharap kelak mendapatkan barang-barang itu kembali sekalipun nilainya telah berubah. Dia berusaha berdamai dengan semua itu.

Seorang ibu terkadang harus berbohong dengan membentuk senyuman meyakinkan seolah ingin mengisyarakat dia tidak pernah menginginkan makanan favoritnya sendirian. Dia membiarkan dirinya dilanda kelaparan saat menatap putra-putrinya menghabiskan semua makanan dengan kenyang. Dan dia bersyukur dengan menciptakan wajah gembira telah menghabiskan sisa-sisa makanan yang sayang bila terbuang. Tetapi anak-anaknya sepertinya tidak pernah merasa kenyang dan puas.

Ada kalanya seorang ibu lupa menyisir rambutnya dan hanya menyikat sekenanya tetapi tidak pernah lupa mengingatkan anaknya agar mandi dan berdandan wangi agar nampak elok dipandang. Dia kerap lupa atau tidak sempat membersihkan diri atau mengganti jubah kebesarannya yang telah koyak di sana-sini dengan baju layak yang sudah dibelinya, tetapi tetap disimpannya hingga anak-anak beranjak dewasa dan malahan menganugerahkan gaun kesayangannya. Dia akan menyediakan baju-baju yang bagus dan terkini bagi buah hatinya, sementara dia hanya mendadani dirinya dengan beberapa gaun membosankan dan tak berhenti memuji mereka seolah anak-anaknya adalah pangeran dan putri paling cantik dan tampan di dunia.

Tahukah bahwa seorang ibu hanyalah manusia biasa, yang pastilah tidak menyukai semua pekerjaan rumah yang tidak pernah habis, namun berusaha menyelesaikan semua tugas yang disukai maupun yang amat dihindarinya. Terkadang dia harus memilih duduk bersama anak-anaknya belajar dan namun pikirannya melayang pada pekerjaan rumah yang menumpuk dan akan membereskan rumah tatkala buah hatinya telah tertidur. Sementara kau hanya ditugasi belajar dan belajar saja. Hingga akhirnya dia akan menelan kelelahan dalam tidur malamnya yang singkat.

 
Dia mengabaikan mimpi-mimpinya dan menggantikannya dengan apa yang disukai si sulung, makanan yang dibenci si tengah atau binantang apa yang ditakuti si bungsu. Dia menanamkan mimpi-mimpi besarnya pada anak-anaknya dan menunjukkan jalan cara meraih dengan keyakinannya. Dia memperlakukan setiap anak-anak secara berbeda sesuai dengan sifat, karakter dan pembawaannya, dan kau menuduhnya telah bersikap tidak adil terhadap kalian semua. Meskipun kau kerap melupakan janjimu menjadi anak yang baik dan menyenangkan setiap kali melakukan kesalahan tetapi kau selalu menuntut setiap janji yang diucapkannya.

Mata seorang ibu akan terbuka sebelum anak-anak bangun dan akan tertutup terakhir setelah semua anggota keluarga telah memenuhi peraduan. Mata itu pernah bengkak karena kekhawatiran dan ketakutannya menghadapi dunia yang bergerak cepat. Dia memikirkan apa yang dimakan anak-anak besok dan ilmu yang akan dibekali mereka menghadapi kerasnya kehidupan. Akhirnya seorang ibu menjadi lupa bila anaknya telah bertumbuh dewasa melebihi dirinya dan selalu menganggap anaknya, yang menurut pemahamannya harus diingatkan. Kau mulai marah atau merasa tidak nyaman dengan segala pesan dan peringatannya, namun ibumu tetap saja melakukannya seperti beberapa tahun silam.

Kau menganggap kesuksesanmu karena kerja keras dan jerih payahmu dan melupakan siapa yang menghiburmu saat kau mengalami kegagalan. Kau tidak pernah tahu bila jantungnya berdebar lebih kencang saat kau menghadapi ujian atau kenaikan kelas. Dan dia menyimpan rasa kecewanya saat kau tidak bisa meraih nilai atau rangking tertinggi. Cerita dan tangisanmu bercampur aduk saat teman-temanmu meninggalkanmu dan dia selalu ada waktu untukmu. Dan kau kembali pergi saat kau tidak memerlukannya karena ada teman-temanmu di sekelilingmu, bahkan terkadang kau merasa malu dengan tingkah konyolnya atau kekolotannya. Ibumu hanya bisa merelakanmu dengan duniamu yang baru, sama seperti saat dia meninggalkan ibunya dahulu dan berpikir bahwa peristiwa yang sama akan berulang kelak pada dirinya.

Apakah kau merasa tergugah dengan ingatanmu akan seorang yang begitu dekat, seseorang yang telah mendonorkan darahnya mengalir dalam tubuhmu, lalu menghentikan aktivitasmu hanya untuk menelpon atau membisikkan di telinganya, betapa berartinya dia bagimu? Dia tidak mengharapkan balas jasamu, karena dia berpikir seperti sang surya yang memberi tanpa mengharap kembali. Kasihnya akan selalu ada sepanjang masa tetapi kasihmu hanya sepenggal jalan dan dia memahami itu. Tepuklah bahunya dan katakan AKU MENCINTAIMU, IBU. Hanya kalimat itulah yang membuatnya akan tetap bertahan menghadapi badai dalam kehidupannya dan ingin selalu melihatmu tumbuh dewasa dan menanti setiap pencapaianmu.

Terima kasih, Ibu. Semoga aku bisa menjadi sepertimu dan tiada pernah akan melalukan jasa pengorbananmu. Aku bukanlah ibu yang sempurna, namun aku berusaha mendidik anak-anakku dengan tangan, hati dan pikiranku. Aku berbahagia telah menjadi seorang ibu karena menjadi seorang ibu adalah karunia terbesar dan terajaib dalam kehidupan sekaligus pilihan bijak atas dasar cinta.

SELAMAT HARI IBU!

 

Jakarta, 22 Desember 2011