Laman

Sabtu, 30 Juli 2011

Seberapa Dekatkah Kematian Itu?


Bagaimanakah rasanya bersama dengan teman atau keluarga yang mendadak menghembuskan nafas terakhirnya di dekatmu,  sementara baru saja dia terlihat sehat bugar dan tersenyum sepanjang hari kepadamu. Dan kita tak akan bisa melihatnya lagi, selain pusara dan mengingat namanya. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati menyisakan sebuah nama. Nama seperti apakah yang akan dikenang sejarah?


Apakah kematian itu?
Inilah yang mengusik pikiran saya sejak lama dan sangat mengganggu. Saya berusaha melupakan dan membuangnya jauh-jauh dari pikiran. Tetapi semakin dipaksa pergi, semakin dia mendesak dan menghantui. Siapa yang ingin hidup dibawah  bayang-bayang ketakutan akan kematian. Akhirnya saya pilih menerima dan mendamaikan hal tentang kematian. Saya takut mati, saya kira ketakutan ini tidak hanya melanda saya seorang tetapi juga banyak orang, mungkin hanya saya yang berani mencetuskan kegelisahan dan ketakutan ini. Saya mencoba menjabarkan apa alasan ketakutan ini?

Kematian tidak bisa dihindari oleh semua orang dan menjadi momok yang menakutkan. Dalam bayangan saya kematian adalah sesuatu yang hitam dan kelam di negeri antah berantah. Saya melayang-layang diantara dunia hidup dan dunia kelam. Lalu saya akan kehilangan apapun yang sudah saya raih, termasuk keluarga atau harta benda. Siapa yang akan menjaga mereka? Bagaimana dengan keluarga atau pekerjaan yang ditinggalkan? Dan segudang pertanyaan bila saya benar-benar tidak ada? Kemana badan dan jasad ini hendak pergi. Mungkin saya akan meninggalkan tubuh saya bersatu dengan tanah air. Mengingat itu semua, badan saya menjadi lunglai dan tiada bertenaga. Namun jujur saya berharap dapat hidup seribu tahun lagi seperti Chairil Anwar yang pada akhirnya harus menghadapi ajal di usia yang muda.

Dunia kedokteran menyatakan kematian sebagai berhentinya semua proses metabolisme tubuh, ketika jantung tidak dapat lagi memompa darah dan mengalirkan sari makanan. Tanda-tanda kehidupan berlari begitu saja meninggalkan seseorang. Tapi apakah selesai sampai disini? Kemanakah perginya jiwa yang penuh gairah dan semangat ini? Saya mencoba mencari jawabannya lewat agama, setidaknya sedikit menentramkan jiwa. Berbagai agama menjelaskan perihal kematian, kehidupan setelah kematian, adanya surga atau neraka. Saya memilih kepercayaan salah satu diantaranya dan memegang teguh yang dijabarkan di sana.

Seandainya saya harus hidup selama seribu tahun, saya tidak bisa membayangkan betapa penuhnya dunia ini dengan orang-orang renta seperti saya. Betapa saya hanya menjadi beban bagi anak cucu dan cicit, karena ketidakmampuan badan saya menyanggah tubuh yang tidak bisa berkompromi. Mungkin saya harus terbaring di ranjang saya seharian menunggu pagi berubah menjadi malam dan malam berubah menjadi siang. Jadi saya memilih berdamai saja, bila kelak saatnya saya ingin meninggalkan dunia dengan segala keinginan dan kekawatirannya dengan damai.

Umur adalah misteri

Umur tidak pernah bisa ditebak. Mungkin pernyataan ini harus disetujui karena tidak ada seorangpun yang dapat menentukan umurnya maupun masa hidup orang lain secara pasti, kita hanya  mampu mengira-ngira saja. Perjalananan hidup memang tidak pernah bisa dipastikan karena hidup itu adalah misteri. Tepatlah ungkapan bahwa manusia hanya berencana namun Tuhan yang menentukan

Ada yang datang dan ada yang pergi. Yang datang disambut dengan suka cita dan hati gembira, sementara kepergian selalu ditemani air mata dan kepedihan. Meskipun para bayi harus menangis ketika datang ke bumi ini dan orang mati harus terdiam mengikuti ajal saja. Meskipun ada yang datang terburu-buru atau sedang muda-mudanya atau ada yang tidak mau pergi-pergi juga karena panjang umur.

Sedekat apakah kematian itu?

Suatu sore itu di awal bulan Juni 2011, saya bertanding tenis meja atau pinpong di bagian putri yang merupakan acara tahunan menyambut tujuhbelasan di kantor. Saya menantikan saat-saat bertanding dan bertemu dengan teman-teman yang hobi juga sama atau pernah bisa memainkan olah raga ini. Maklum bertemu hanya setahun sekali, sekali main sekali selesai menang atau kalah. Sebelum bermain, saya melakukan pemanasan atau warmin up bersama pelatih dan seorang teman. Kenapa sore itu saya melihatnya lebih tua dari biasanya namun dia begitu bersemangat berlatih, kami terbiasa bergantian main sampai bola yang kami mainkan “mati” dan digantikan orang lain begitu seterusnya, kebetulan kami hanya bergantian berdua karena yang lain sibuk mempersiapkan pertandingan lainnya.

Sedang asyik bertanding mendadak seorang teman merosot dari bangkunya dan pingsan mendadak. Semua pertandingan dihentikan di GOR kantor. Seorang perawat poliklinik langsung memberikan pertolongan pertama. Kami semua berdebar-debar menunggu saat ini, selanjutnya hanya mampu tercekat dan menelan ludah. Ketakutan saya ini seperti kasus Aji Massaid, artis sekaligus politikus yang meninggal terkena serangan jantung mendadak. Badannya mendadak dingin dan matanya tidak bisa terpejam. Kami hanya bisa melarikannya ke rumah sakit terdekat dan beliau sebenarnya sudah meninggal di tempat saat itu juga.

Dan sepanjang minggu saya masih terngiang-ngiang saat kami bersama berlatih tenis meja, keceriaan, semangat dan cintanya pada olah raga ini. Berbagai pertanyaan berkecamuk di hati kami teman-temannya. Teman saya telah ditinggal istrinya lima tahun lalu dan punya tiga anak. Yang menggelitik hati saya adalah mengapa dia harus pergi di tengah teman-teman kelompok ping pongnya? Saya bayangkan seandainya dia meninggal di tengah anak-anaknya pastilah mereka terpukul dengan kepergian ayah yang sangat dicintainya. Kalau dia memilih berpisah dengan kami teman-teman sesama pecinta olah raga kecintaannya sejak kecil, mungkin itu takdirnya. Ataukah sebuah permintaan terakhir kepada Yang Kuasa? Jawaban seandai-andai saya hanya sekedar menjawab keingintahuan dan rasa penasaran saja, karena akan bermakna berbeda bila ditujukan kepada orang lain. Hanya ucapkan selamat jalan dan doa bagi keluarga yang ditinggalkan yang bisa saya berikan kepada teman saya. Kami semua menyayangkan kepergiannya yang begitu mendadak karena dia seorang yang baik hati, tidak sombong dan selalu bersemangat. Tetapi kami tak berkuasa menentang takdir.

Seminggu sebelumnya salah seorang teman saya yang masih muda meninggal karena kanker, minggu depannya orang tua teman lainnya menghembuskan nafas terakhirnya pasca operasi paru-paru. Berikutnya saya kehilangan teman terbaik di klub pingpong juga karena sakit. Sepertinya berturut-turut kehilangan orang-orang yang saya kenal. Di televisi dan koran-koran memberitakan kematian dengan berbagai variasi dan misteri. Kepergian mereka semua begitu mengingatkan saya sebuah pertanyaan yang terus menggelitik pikiran saya tentang sebuah kematian. Kematian terasa begitu dekat.

Apakah yang akan diingat orang setelah kematian?

Tak perlu memperdebatkan bagaimana kehidupan setelah kematian, karena itu bukan bagian saya. Banyak para ahli yang akan berdebat tentang hal ini. Kematian memang tidak bisa dihindarkan, barangkali yang harus direncanakan adalah apa yang akan ditinggalkan setelah kematian. Dan bukan bagaimana cara meninggalkan dunia ini, karena itulah rahasia ilahi antara pelaku dan Tuhan. Akhirnya tinggalkanlah kebaikan dan nama yang bersih mungkin akan semudah kita meninggalkan dunia ini dengan senyuman. Tidak perlu menjadi seorang pahlawan besar yang akan selalu dikenang atau diukir namanya di sebuah tugu. Namun bila hidup telah memberi arti banyak bagi orang lain dan keluarga dengan suri tauladannya pastilah sebuah nama akan sangat sulit dihapuskan dari kenangan dan sejarah.


Jakarta, 27 Juli 2011
Mengenang Pak Martin dan Pak Yoyon, teman  di klub Tenis Meja, Yamaha Motor. Selamat Jalan. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar