Dunia begitu mendeskreditkan orang jelek. Sering kita mendengar kalimat ini ”Sudah jelek bodoh lagi” atau ungkapan seperti ini ”Sudah jelek melarat pula”. Lebih parah lagi, ”sudah jelek, bodoh dan miskin lagi” . Itulah potret hidup paling terkutuk yang sebisa mungkin dihindari orang.. Kalaupun jelek, sedikit pintar atau agak kayalah agar punya nilai lebih. Tetapi kerap hidup bersikap tidak adil terhadap seseorang yang jelek nan bodoh bin melarat itu.
Definisi jelek
Semua orang tahu apa itu muka jelek dengan melihat ciri-ciri jasmaniahnya.. Jelek menurut definisi umum adalah wajah di bawah garis pas-pasan saja atau tidak proporsional organ yang menempel di wajahnya ataupun letaknya kurang pas. Kalau hidung yang dipuja adalah mancung, maka dia berhidung pesek. Namun kategori jelek akan berbeda bagi setiap masyarakat. Sederhananya, jelek berarti tidak punya nilai estitika atau keindahan dipandang dari sudut manapun. Memang penilaian jelek ini sangat subyektif sifatnya, penilaian jelek di suatu tempat pasti akan berbeda dengan tempat lain, karena anatomi tubuh, warna kulit dan penunjang kecantikan atau ketampanan setiap tempat berbeda.
Seperti apa cantik atau tampan itu? Berhitung mancung, berdagu belah, berpipi tirus, bermata besar, berbulu mata lentik, alis seperti bulan sabit, dan seterusnya. Itulah sedikit gambaran cantik ala orang Asia. Lebih mudah bila kita menyebut artis-artis yang laris manis itu sebagai orang cantik, seperti Dian Sastro, Sandra Dewi atau Luna Maya atau mereka yang ganteng seperti Dude Herlino, Darius Sinanthrya atau Roy Marten. Tentu cantik atau tampan untuk orang bule yang berkulit putih dan berambut blonde akan berbeda dengan orang amerika latin, mongolia atau kulit hitam.
Orang jelek dilarang bodoh
Kalau ada yang bilang sudah jelek bodoh pula, sangat menyakitkan terdengar. Pernah melihat makhluk seperti itu atau tersangkanya diri sendiri? Orang-orang bodoh pasti ber-IQ rendah, namun belum tentu rendah pula EQ dan SQ-nya. Ini hanya soal angka pada skala IQ. Tidak seorang pun bercita-cita menjadi bodoh. Mungkin seorang bodoh tidak bisa menghitung jumlah bintang di langit, atau menguraikan teori molekul dari suatu zat kimia, tidak bisa berorasi dengan hebat, tetapi bila dia bisa memasak dengan benar dan enak, berbicara sopan pasti bisa dikategorikan tidak bodoh di bidang sosial (SQ).
Orang bodoh yang tidak dapat membedakan benar salah, baik buruk, berdosa atau tidak itulah orang yang terbodoh di dunia. Orang bodoh pasti tidak bisa membedakan hal-hal prisnsipiah di dalam hidup. Kepandaian bukan jaminan seseorang dapat melewatkan semua persoalan hidup, karena hidup bukan sekedar persoalan matematis, tetapi juga bidang-bidang lain sosial budaya, agama dan lain-lain.
Bagaimana bisa pintar bila dari kecilnya saja kurang gizi dan hidup di bawah garis kemiskinan. Terkadang karena dianggap tidak pintar dalam suatu hal kemudian digeneralisasi bodoh terhadap hal lain. Bila seseorang selalu dicap bodoh, maka jadilah dia bodoh secara psikologi, dan kebodohan itu berkembang biak menjadi kebodohan-kebodohan lain. Pasti kita pernah menjumpai orang jelek yang amat bodoh, sampai kita sering kesal dibuatnya karena kebodohannya yang keterlaluan. Dan berharaplah bahwa orang itu bukan kita.
Oang jelek dilarang miskin
Ini yang paling tidak enak kedengarannya. Sudah jelek, melarat pula, masih lebih baik dibandingkan sudah jelek bodoh, masih terdengar seperti alamiah karena kerap kali. kekayaan dihubungkan dengan kerja keras. Kekayaan adalah harta yang selalu diukur dengan nilai ekonomis dan uang. Dan dunia sekarang yang berkembang dengan budaya materialis, mengukur segala sesuatu dengan uang. Bila sudah kaya berarti dia sukses ”jadi orang” dan dijamin bahagia juga. Benar begitu? Nampaknya sederhana sekali konsep sukses dan bahagia itu. Alangkah sengsaranya orang yang jelek dan miskin.
Kaya dan miskin adalah persoalan ekonomi, orang kaya bisa menentukan merek dan tempat dimana mereka akan makan, sedangkan orang miskin asal makan dan dimana saja pasti sudah cukup. Apakah rasa makanan dan minumannya berbeda? Pasti ya. Apakah rasa enak dan nikmatnya berbeda? Pasti ya. Karena lidah mereka memaknai makanan dan minuman secara berbeda. Namun tingkat kepuasan makan orang kaya belum tentu lebih tinggi dari yang miskin. Kepuasan menikmati makan dan minuman menyangkut rasa syukur di hati, bukan sekedar tugas indera perasa saja.
Demikian juga masalah pakaian yang mereka kenakan, pastilah berbeda. Mudah mendeteksi mana orang kaya atau orang miskin dari cara pakaian atau dandanan. Namun apakah yang kaya akan selalu merasa lebih puas dan bahagia dibanding yang miskin dalam berpakaian? Tentu tidak, karena jawabannya akan sangat subyektif. Begitu pula soal harta-harta yang lain. Orang miskin mungkin lebih puas bisa punya rumah meskipun kecil dan kontrakan. Apakah orang miskin tidak bisa tidur pulas sementara orang kaya pasti lelap tidurnya? Tidak juga. Kepuasan terhadap harta atau hal-hal jasmaniah adalah sangat subyektif dan berbeda setiap orang..
Orang jelek harus bagaimana dong?
Orang yang jelek tidak perlu cemas menjadi bodoh atau miskin. Setiap manusia diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan. Gambaran diri orang jelek harus diubah. Begitu banyak cara membuat orang tampil menarik, dan betapa banyaknya produk fashion yang dapat membantu orang tampil charm. Tampil cantik atau tampan belum tentu menarik dan enak dilihat orang. Kepercayaan diri memancarkan spirit dan aura keunikan setiap pribadi, disanalah terlihat kualitas pribadi yang hangat dan menarik. Orang menyebutnya percaya diri (PD) itulah yang membedakannya. sehingga sering kita mendengar kalimat ”Pede aja lagi.”
Pada kenyataanya para selebritis yang dikategorikan cantik atau tampan, hanya sedikit yang menyadari kalau dia memang cantik atau tampan. Seorang wanita pastilah cantik dengan keunikannya dan seorang lelaki pasti ganteng dengan perangainya. Lebih baik jadi pribadi yang menyenangan dan enak dilihat daripada menjadi orang cantik atau tampan tetapi membosankan. Seorang Tukul Arwana yang menurut saya dan kebanyakan orang bilang jelek, punya cara menjual dirinya. Kejelekannya itulah justru yang diingat pemirsa dan penggemarnya tentu dengan pengemasan yang benar.
Namun bicara soal keberuntungan, ada berita baik bagi orang jelek karena banyak orang cantik malah bersuamikan mereka yang jelek. Lalu orang-orang jelek itu berbangga membela dirinya kalau dia ingin memperbaiki keturunan, atau mengatakan betapa adilnya Tuhan karena orang-orang ganteng dipilih oleh wanita-wanita bertampang pas-pasan.
Kaya miskin adalah soal rejeki. Kerja keras dan semangat pantang menyerah dalam memperoleh rizki yang halal adalah hal hakiki. Kaya miskin hanya persoalan status sosial di masyarakat. Jangan pernah minder dengan kemiskinan atau sombong dengan kekayaan karena dunia akan berubah dengan cepat. Yang kaya belum tentu selalu kaya atau sebaliknya kemiskinan menjadi dosa turun termurun. Selalu ada rejeki bagi mereka yang bekerja sungguh-sungguh memeras keringat. Namun belum tentu rezeki kerja keras setiap orang akan sama. Masing-masing orang mempunyai takaran dan kapasitas tersendiri dalam memperoleh rejekinya.
Janganlah minder karena kejelekan yang dimiliki, karena penghargaan terhadap diri sendiri dengan segala atributnya adalah lebih utama dan tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Kepandaian intelektual, bukan patokan pasti kesuksesan seseorang karena masih ada EQ dan SQ. Buatlah diri sendiri mempunyai nilai jual dengan karakter yang unik tanpa perlu merasa minder karena ”bodoh” atau ”miskin.” Hanya orang-orang yang dapat menghargai dirinya dan orang lainlah yang bisa bahagia dan sukses memaknai karunia wajah yang sudah diberi Yang Kuasa.
Bogor, 13 Agustus 2011
Tulisan yang inspiratif Mbak Ria.
BalasHapus"sudah jelek, bodoh dan miskin lagi” hahahaha...
ada lagi yang lebih sadis:
"sudah jelek, bodoh, miskin HIDUP lagi”. Seolah-olah mereka tidak berhak untuk hidup. Sebuah ekspresi pragmatis khas anak ABG.
Rupa dan kekayaan itu relatif (tergantung rupawan menurut siapa, kaya menurut siapa?). Pun demikian dengan kepintaran, ada banyak macamnya. Pintar dalam soal apa? Iya kan?
Iri terhadap orang yang lebih beruntung dalam kulit luar (rupawan, harta, dan kepintaran) tentunya bukan pendekatan yang positif.
Jauh lebih penting untuk menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan, termasuk diri sendiri. Bersedia untuk belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh, berpikir, berucap dan berlaku positif dengan menjunjung tinggi etika dan profesionalitas. Jika pendekatan ini yang dipakai, saya yakin suatu saat attribute2x pragmatis itu samasekali tidak penting. Hanya bungkus. :)
Thanks.
Thanks.
makasih mas... komennya...
BalasHapusbenar... ini seperti masalah anak2 ABG saja ya, namun kenyataaan ini jg yg kerap kali membuat kita minder dan tidak pede. Bagaimana bisa mengaktualisasi diri kalo tdk bisa mengenal diri dengan kekuatan dan kelemahanna
Ayo mbak Siana menulis lagi, aalam dari Sal3. Prih
BalasHapus