”Sang putripun menikah dengan pangeran dan mereka hidup bahagia selamanya.” Itulah penutup kisah dongeng anak-anak, yang menjanjikan kebahagiaan semu. Bila cerita ditutup dengan ’pernikahan mereka penuh dengan cobaan dan ujian’, maka cerita tidak akan selesai begitu saja, akan memunculkan sekuel baru atau ada cerita di dalam cerita.
Penikahan Terakbar Abad Ini
Dipenghujung bulan April 2011 ini pernikahan Pangeran William & Putri Kate Middleton menjadi ”Pernikahan Paling Akbar Abad Ini”. Dua milyar orang menyaksikan cinta keduanya, begitu banyak siaran on line TV maupun berita cetak mengulas pernikahan agung ini, termasuk melalui twitter & facebook sebagai jejaring sosial, berita ini menjadi topik paling digemari dan dicari. Ditambah ulasan tentang bisnis dengan meraup keuntungan bermilyaran karena pembuatan suvenir dan segala perniknya berkaitan dengan pernikahan.
Bahkan siaran semua TV-pun mengulang-ulang semua momen romantis yang tidak akan dilewatkan begitu saja, seperti sedang menyiarkan doktrin kebahagiaan kerajaan. Rasanya lebih dari 10 kali menonton pun tidak akan merasa sayang membuang waktu sampai-sampai harus berebut remote dengan anak, atau orang lain yang tidak suka atau tahu perhelatan akbar ini. Seraya membayangkan menjadi salah satu aktor di sana atau setidaknya menjadi terkenang dengan momen-momen romantis dulu menjelang pernikahan atau membayangkan seperti apa pernikahannya kelak. Semuanya penuh komentar baik yang setuju hingga kritikan juga, sampai pada adegan first kiss pun masih memunculkan beragam debat apakah dilakukan tulus, kamuflase atau kepura-puraan atau sekedar seremonial. Lalu membanding-bandingkannya dengan Lady Diana dan Pangeran Charles. Alangkah kejamnya!
Apakah Sesimpel Itu Sebuah Pernikahan?
Rasanya semua akan menjawab dengan cepat ”TIDAK”. Pernikahan adalah langkah awal dua orang menyatukan hati, jiwa dan pikiran dalam sebuah ikatan sakral dan sah di hadapan agama maupun hukum. Pernikahan memiliki berbagai fase dengan kurva dan gelombang naik turun yang berbeda dalam suatu bagian hidup. Perjalanan cinta dan kedewasaan yang akhirnya membuat dua insan memutuskan dalam dunia perkawinan.
Perkawinan adalah awal dari dimulainya dimensi kehidupan dua orang yang menyatu, dan bukan tujuan akhir, sehingga harus diusahakan bersama. Bila ia adalah tujuan akhir, maka tidak diperlukan perjuanangan untuk melestarikan sebuah perkawinan. Perkawinan bukan sekedar acara upacara sakral keagamaan tetapi sebuah institusi yang dibangun dua pribadi dewasa yang diikat dalam cinta. Impian suatu perkawinan adalah punya anak dan hidup berbahagia selamanya lahir dan batin. Sehingga bila tidak bisa mencapai impian, maka dianggap perkawinannya menjadi tidak sempurna. Namun mudahkah jalan menuju kebahagiaan dalam perkawinan?
Masa-masa Transisi Dalam Perkawinan
Ada masa-masa bulan madu di tahun-tahun pertama, dimana semuanya terlihat baik, indah, dan menarik. Kata-kata terserah ’engkau sayang’ atau ’yang penting kamu bahagia’ menjadi lagu favorit yang diulang setiap hari. Dan tidak ada kebosanan sedetikpun memandangi bidadari atau pangeranmu. Tanpa lupa selalu bersyukur dan begitu bangga telah memiliki dirinya seutuhnya. Bila kau ingat bagaimana pertama kali bertemu dan jatuh cinta dengan pasanganmu, pastilah itu hal terindah di dalam hidup.
Di tahun-tahun berikutnya adalah masa penyesuain, masa lima tahun yang pertama, saat kau susah memeluknya karena pinggangnya telah menjadi begitu ekstra besar atau kau merasa tidak bisa menelan masakannya yang selalu asin dan gosong. Atau kau hanya bisa menatap lemarimu yang penuh dengan baju-bajunya, namun dia selalu mengeluh tidak punya baju ketika diajak kondangan atau resepsi? Wanita cantik itu menjadi sosok yang asing bagimu. Dia tidak lagi memperhatikanmua, tetapi hanya mengurusi anak-anakmu dan tak sempat berbicara denganmu dari hati ke hati lagi. Pangeranmu pun tidak bisa mengerti dirimu dengan segala keinginannya, dia terlalu sibuk bekerja mencari uang, hanya menelpon bila ada perlunya saja. Kalian memerlukan perhatian dan belum mengkomunikasikan kebutuhan masing-masing karena sama-sama sibuk dan merasa tidak punya waktu. Lalu memendamnya dari hari ke hari dan berharap segala sesuatunya akan baik dengan sendirinya. Ketika disadari bahwa tidak ada perubahan maka dimulailah saling berpikir siapa yang salah dan berlomba mencari kesalahan pasangan dan berharap menjadi pemenangnya. Apakah ini sebuah kompetisi? Pasti bukan jawabannya.
Berharap akan ada yang meminta maaf dan memperbaiki keadaan. Kenyataanya tidak demikian, ketika saling bertemu yang terdengar adalah berbicara dengan nada tinggi dibumbui menyalahkan pasangan dan terburailah segala benang kusut yang disimpan sekian lama. Persoalan yang tidak selesai akan membawa efek domino pada persoalan berikutnya yang lebih rumit, ditambah kompleksitas persoalan hidup yang makin rumit, anak-anak mulai tumbuh besar membutuhkan perhatian lebih baik moril maupun materi. Berada di pernikahan seperti itu seperti sarana bertemu dua insan yang sudah tidak sejalan dan terasa sangat menyesakkan. Perkawinan hanya rutinitas harian yang dipertahankan karena tak tahu harus melakukan upaya apa untuk menyelesaikannya.
Ada pasangan yang menikah dan tidak mau bercerai sekalipun tahu suaminya selingkuh atau suka sesama jenis dan tetap bertahan dengan keyakinan pernikahan untuk seumur hidup. Apakah itu konyol? Tiap orang harus yakin dengan pilihannya walaupun dianggap aneh oleh kebanyakan orang. Memutuskan mengakhiri atau meneruskan dengan berbagai catatan suatu pernikahan itu adalah hak setiap orang. Bila merasa tidak ada jalan keluar dalam kemelut perkainan, janganlah sembrono untuk mempercayai kalimat, ”Kami sudah tidak cocok” sebagai alasan mencari orang lain atau membiarkan orang ketiga masuk ke dalam rumah tangga. Sebetulnya bukan tidak cocok, tetapi malas menyelesaikan masa percocokan dua pribadi yang sama sekali berbeda cara pandangnya.
Perjalanan perkawinan memasuki arena bergelombang besar, sedang dan ada masa tenang. Kedewasaan, saling pengertian dan menerima akan mempermudah proses saling mengenal satu sama lain. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau daripada rumput di rumah sendiri. Ungkapan itu menggambarkan betapa yang jauh terlihat hijau, coba kalau di-zoom. Tentu saja tindakan menge”zoom” ini sudah pasti tidak dibenarkan, karena ingin tahu urusan orang dan membuat orang tidak nyaman. Tetangga atau pernikahan orang lain yang baik bisa dijadikan contoh, yang buruk cukup dilihat, diamati saja.
Ketika seorang ulama besar akhirnya bercerai setelah berpoligami, dia kelihangan begitu banyak masa dan popularitas sekaligus kepercayaan dari masyarakat. Beliau yang dulu dipuja-puja ternyata dianggap masih “manusia biasa”. Terbukti warga Indonesia masih menghormati sebuah perkawinan. Ternyata sehebat apapun seorang wanita, dia akan tetap memilih tidak ingin diduakan atau dimadu. Sebesar apapun seorang ulama dia tetap manusia biasa yang harus menyelesaikan persoalan dalam rumah tangga yang tidak bisa selesai tanpa ada usaha. Apalagi seorang manusia biasa dengan tingkat pemahaman dan keimanan yang jauh dari beliau itu.
Pernikahan Lady Diana dan Pangeran Charles hancur karena tidak ada solusi bagi keduanya yang memilih mencari orang ketiga namun tetap berusaha terikat dalam pernikahan. Kisah cinta mereka menjadi skandal terbesar dalam kerajaan Inggris dan harus diakhiri dengan kematian Lady Diana dalam kecelakaan tragis karena dikejar-kejar paparazi setelah tercium media tidak ada kebahagiaan diantara keduanya. Pangeran Charles pun kembali pada cinta masa lalunya Camelia Parker tanpa merasa malu atau bersalah dengan rakyatnya. Baginya kebahagian pribadi adalah hal yang utama dan mengalahkan hal lain. Bahkan sang Ratupun kabarnya mulai menerima kehadirannya.
Bagaimana Mengatasi Masalah Dalam Perkawinan?
Setiap perkawinan selalu punya masalah masing-masing. Tidak ada perkawinan tanpa persoalan. Persoalan itu seperti garamnya kehidupan, yang harus ditakar sesuai dengan makanan yang akan dibuat. Garam bisa menjadi berguna namun bisa juga membuat masakan tidak bisa dimakan karena terlalu asin. Ada yang selalu merasa kurang dalam hal ekonomi, penghasilan terbatas tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan yang tidak terbatas, padahal bila dikaji masalah sebenarnya pada bagaimana mengatur keuangan. Kebutuhan tidak akan pernah habis demikian juga dengan keinginan. Ada yang dirundung pergumulan berat karena anak-anak yang sering sakit atau punya anak dengan kebutuhan khusu yang memerlukan perhatian ekstra, baik biaya maupun tenaga. Namun banyak juga karena kehadiran orang ketiga, baik keluarga, saudara, teman maupun para mantan kekasih. Jadi setiap persoalan pasti ada dalam sebuah rumah tangga. Karena perkawinan bukan tujuan akhir, tetapi awal bertemunya dua manusia yang berjanji untuk hidup bersama.
Bila membutuhkan orang lain untuk membantu menyelesaikan masalahmu, carilah orang yang berkompeten, tenaga profesional dan tidak sembarangan membagi rahasia rumah tanggamu. Apalagi di jaman yang sangat cepat berubah, informasi begitu mudah di dapat. Mudah menghubungi mantan, teman atau orang lain yang seharusnya tidak perlu ikut campur tangan dalam perkawinan, alih-alih justru membuat keadaan makin runyam. Walaupun jalan ini ditempuh setelah akumulasi berbagai perasaan dan persoalan yang tidak terselesaikan. Tidak ada seorang pasanganpun yang bisa lari dari persoalan, siapapun dia. Jangan berharap pasanganmu pasti akan mengerti apa yang kau mau, selalu tanyakan dan komunikasikan, agar selalu terhubung dalam saluran gelombang pernikahan yang sama.
Semua pernikahan membutuhkan proses, untuk saling mengenal secara terus menerus. Tidak ada yang terjadi dengan instan. Yang dibutuhkan adalah kompromi dua belah pihak yang memiliki hati, pikiran dan tindakan yang berbeda. Dua pribadi yang berbeda jenis kelaminnya, latar belakang budaya, sosial dan ekonomi. Kompromi dalam segala hal yang dikomukasikan, akan menciptakan ”win win solution”sehingga tidak ada slogan wanita dijajah pria atau sebaliknya” atau sekedar saling mengalah agar tidak berantem/ berselisih pendapat. Kesalahan-kesalah yang terjadi dalam perkawinan memberi pembelajaran agar pribadi-pribadi yang terlibat di dalamnya makin dewasa.
Marilah kita melihat kembali melihat pasangan kita, dengan sisi yang berbeda bila kehambaran mulai menggerotinya, seolah dia adalah ”William” kita dan lainnya beritndak sebagai ”Keti”. Tidak akan ada yang marah atau menertawakan perumpamaan ini. Anggaplah orang lain tidak ada yang tahu, hanya berdua dan bukanlah sebuah drama. Ingatlah saat pertama kali mengenalnya, jatuh cinta dan meminangnya. Pasti banyak hal yang dipertimbangankan, banyak ujian dan cobaan yang dilalui. Percayalah dia yang terbaik untukmu saat ini. Kalau kau merasa dia belum ideal, maka bicaralah dengan senyum manis sambil makan ke luar bersama dan katakan apa keinginanmu. Tidak ada batu yang tidak ada hancur, ketika tetes-tetes air mengena padanya sepanjang waktu. Hanya butuh kesabaran, kesabaran dan kesabaran.
Akhirnya apakah harapan Royal Wedding?
Harapan the Royal Wedding pastilah sama seperti harapan yang sama dengan buku-buku dongeng: HAPPY EVER AFTER”. Apakah ceritanya akan begitu? Nobody knows. Tidak ada seorangpun yang tahu akan hari esok dan bisa memastikannya. Masa depan adalah misteri. Bila boleh mengambil perumpaan bahwa perkawinan kita itu seperti ROYAL WEDDING juga, maka perkawinan itu menjadi hal paling utama dan harus dipertahankan keaslian dan keindahnya hingga akhir hayat, sehingga dengan bangga kita bisa bilang pada pemilik ROYAL WEDDING, ”Kita hanya berbeda kerajaan dan kemeriahan saja.” Sambil tersenyum sedikit sombong.
Jumat, 10 Juni 2011